Panik Kecurangan Terbongkar, Oknum Mengaku Kontraktor Intimidasi Wartawan di Proyek Hotmix Jembatan Alun-alun Indramayu
Panik Kecurangan Terbongkar, Oknum Mengaku Kontraktor Intimidasi Wartawan di Proyek Hotmix Jembatan Alun-alun Indramayu
Signal.co.id – Dunia jurnalistik di Kabupaten Indramayu kembali tercoreng. Dua wartawan media online mengaku mendapat perlakuan intimidatif saat menjalankan tugas peliputan proyek rehabilitasi (hotmix) Jembatan Alun-alun Indramayu yang diduga dikerjakan oleh CV Tiga Utama, pada Kamis (18/12/2025).
Berdasarkan data paket pekerjaan pada sistem pengadaan, proyek tersebut tercatat dengan nama Pemeliharaan Rutin Jembatan Cimanuk, jenis pengadaan Pekerjaan Konstruksi, yang berada di bawah satuan kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Indramayu.
Proyek ini memiliki pagu anggaran sebesar Rp299.789.380, dengan HPS Rp299.321.000, bersumber dari APBD Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2025. Adapun pemenang pekerjaan tercatat atas nama CV Tiga Utama, dengan nilai penawaran Rp299.139.292,19, dan hasil negosiasi menjadi Rp298.584.292,19.
Namun ironisnya, saat wartawan melakukan peliputan untuk memastikan keterbukaan informasi publik, justru mendapat perlakuan intimidatif di lapangan.
Peristiwa tersebut terekam dalam sebuah video yang kini beredar luas di media sosial. Dalam rekaman itu, terlihat wartawan Metroonline, Guntur, mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang oknum yang diduga pihak kontraktor. Bahkan, oknum tersebut sempat berupaya merampas dan diduga hendak membanting handphone milik Guntur saat proses peliputan berlangsung.
Tidak hanya Guntur, wartawan Media Rakyat Nusantara, Rochmanto, juga mengalami perlakuan serupa. Ia mengaku mendapat sikap tidak kooperatif ketika mempertanyakan transparansi proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu, yang notabene merupakan uang rakyat.
Rochmanto menanyakan keberadaan papan informasi proyek serta spesifikasi teknis pekerjaan hotmix, mulai dari panjang, lebar, hingga ketebalan aspal. Namun, pertanyaan tersebut tidak dijawab secara jelas oleh pihak kontraktor.
Oknum kontraktor yang diketahui akrab disapa Fufu justru memberikan jawaban singkat dan terkesan menghindar.
“Papan informasi hilang, kalau nanya tebal silakan tanya ke pengawas saja,” ucapnya.
Sikap tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) DPC Indramayu. Sekretaris KWRI DPC Indramayu, Wira Hadiyono, SH, menegaskan bahwa tindakan intimidasi terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dilindungi undang-undang.
“Apa yang dialami rekan-rekan wartawan ini adalah bentuk nyata intimidasi dan penghalangan kerja jurnalistik. Ini tidak bisa ditoleransi. Wartawan menjalankan tugas untuk kepentingan publik, terlebih ini proyek yang dibiayai APBD,” tegas Wira.
Wira juga menyoroti minimnya transparansi pihak kontraktor, khususnya terkait tidak ditemukannya papan informasi proyek yang sejatinya wajib terpasang di lokasi pekerjaan.
“Papan informasi proyek itu kewajiban, bukan formalitas. Jika sampai tidak ada dan disebut hilang, ini patut dipertanyakan. Dinas PUPR Indramayu harus segera turun tangan dan memberikan teguran keras, bahkan sanksi jika ditemukan pelanggaran,” tambahnya.
Ia menegaskan, KWRI DPC Indramayu akan terus mengawal kasus ini dan tidak menutup kemungkinan melaporkannya ke instansi berwenang apabila tidak ada tindak lanjut yang jelas.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Indramayu belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan intimidasi terhadap wartawan maupun sikap pihak kontraktor CV Tiga Utama di lapangan.
Kasus ini menjadi pengingat penting akan urgensi transparansi dalam pelaksanaan proyek publik serta penghormatan terhadap kerja jurnalistik sebagai salah satu pilar demokrasi.


