Polemik Revitalisasi Pasar Wanguk Memanas, Kuwu Kedungwungu Buka Suara

Polemik Revitalisasi Pasar Wanguk Memanas, Kuwu Kedungwungu Buka Suara


Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Polemik Revitalisasi Pasar Wanguk Memanas, Kuwu Kedungwungu Buka Suara

Signal.co.id – Polemik rencana pengosongan dan revitalisasi Pasar Wanguk, Desa Kedungwungu, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, kian memanas. Aliansi Pedagang Pasar Wanguk yang menolak relokasi sejak 21 Agustus 2025 membawa aspirasi mereka ke gedung DPRD, menuding pemerintah desa tidak pernah membuka ruang dialog.

Para pedagang menegaskan, revitalisasi dilakukan secara sepihak tanpa sosialisasi. Mereka juga menilai kebijakan ini melanggar kontrak kios yang masih sah hingga tahun 2030 sesuai Peraturan Desa (Perdes).

Menanggapi hal tersebut, Kuwu Kedungwungu, Sahrudin Baharsyah, akhirnya buka suara. Ia membeberkan kronologi dan alasan di balik kebijakan revitalisasi pasar tersebut.

Menurut Bahar, langkah revitalisasi bukan keputusan mendadak, melainkan hasil kajian teknis dan proses hukum panjang yang juga melibatkan dialog dengan berbagai pihak.

“Kami sudah mencoba menjalin komunikasi untuk menampung aspirasi pedagang dan elemen masyarakat. Namun, diskusi sering berubah ricuh karena dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mencari simpati,” jelas Bahar, Selasa (16/09/2025).

Ia menambahkan, wacana revitalisasi sudah ada sejak dirinya dilantik melalui PAW pada Maret 2022. Saat itu, ia menolak tawaran berbagai pihak untuk ikut proyek pasar, dan memilih mempelajari terlebih dahulu persoalan yang ada.

Bahar mengungkapkan bahwa pengelolaan pasar sebelumnya tidak transparan, bahkan tidak memberi kontribusi pada Pendapatan Asli Desa (PADes). Setelah menjabat, ia melakukan lelang terbuka pengelolaan pasar, dan hasilnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk lima jembatan desa.

Selain soal keuangan, kondisi teknis pasar juga menjadi alasan kuat dilakukannya revitalisasi. Pasar Wanguk kerap terendam banjir akibat posisi tanah yang lebih rendah dari lingkungan sekitar.

“Kami sampai minta bantuan teknis dari UPT DPKPP Patrol. Hasil kajian jelas: solusinya hanya dua, meninggikan elevasi atau membangun ulang dengan sistem baru,” tegasnya.

Pemerintah desa, kata Bahar, telah menawarkan solusi berupa renovasi dengan estimasi biaya Rp20–30 juta per kios dan Rp12,5 juta untuk los. Sebagai jaminan, pedagang dijanjikan surat izin pemakaian tanah desa sebagai bentuk legalitas.

Namun, tawaran tersebut ditolak pedagang. Mereka menilai biaya terlalu berat dan khawatir usaha mereka mati selama masa relokasi.

“Saya tidak pernah berniat membebani pedagang. Tapi pasar ini harus ditata agar tidak banjir lagi, sekaligus supaya PADes jelas. Dari pengelolaan pasar nantinya juga ada CSR yang bermanfaat untuk masyarakat Kedungwungu. Semua proses ini legal, sudah melalui DPMD dan Bagian Hukum Setda,” ungkap Bahar.

Polemik makin rumit karena sejumlah tokoh lokal merapat ke kubu pedagang. Kendati demikian, Bahar menegaskan dirinya tetap mengedepankan musyawarah dan jalur hukum sebagai penyelesaian.

“Saya paham ada penolakan. Tapi pembangunan ini demi kebaikan bersama. Kami tetap terbuka untuk berdiskusi,” tutupnya.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait

inquiry
aksara